Social Icons

Arif Rahmanto

Sabtu, 05 Januari 2013

Prasangka Diskriminasi Dan Etnosentrisme (tulisan)


        Prasangka adalah sebuah fenomena yang hanya bisa di emui didalam kehidupan sosial dan masyarakat. Semua orang pasti mempunyai prasangka baik itu prasangka buruk maupun prasangka yang baik. Karna prasangka timbul atas diri sendiri. Prasangka bisa terjadi karna adanya kontak atau hubungan sosial dari berbagai individu di dalam masyarakat. Maka bisa dikatakan seseorang tidak bisa berprasangka apabila tidak mengalami kontak sosial dengan orang lain. Untuk bisa berprasangka setiap individu harus hidup bermasyarakat terlebih dahulu. Sudah pasti kita adalah anggota masyarakat dan bisa dikatakan kalau kita memiliki prasangka. Hidup bermasyarakat adalah hidup berhubungan baik dengan individu lain maupu antara suatu kelompok atau golongan. Dalam hidup bermasyarakat kita harus bisa saling membantu dan menerima apa adanya kondisi yang erjadi dilingkungan kita. Karna kita hidup bermasyarakat itu saling membutuhkan untuk tercapainya keselarasan dalam hidup ini.
       Prasangka merupakan sebuah sikap yang cenderung kearah negatif dan konsekkuensinya adalah melibatkan keyakinan dan perasaan negatif terhadap orang yang menjadi sasaran prasangka. Maka dari itu prasangka juga dipicu oleh penyebab pendorong yaitu untuk meningkatkan harga diri. Prasangka juga bisa memainkan peran penting dalam melindungi atau meningkatkan konsep diri mereka. Orang yang berprasangka dalam mencari kambing hitam jika ia mengalami kegagalan maka ia akan mencari orang lain yang akan disalahkan atas penyebeb kegagalannya, orang yang berprasangka, biasanya prasangka timbul akibat adanya sebuah perbedaan. Baik psikologis, kekayaan, status sosial dan lai sebagainya.

Dan masih ada pula factor penyebab prasangka yaitu faktor sosial dan faktor individual yang menyebabkan munculnya sebuah prasangka. Beberapa situasi sosial yang bisa memunculkan prasangka setidaknya bisa dikategorikan ke dalam enam hal, yakni akibat konflik sosial antar individu dan antar kelompok, akibat perubahan sosial, akibat struktur sosial yang kaku, akibat keadaan sosial yang tidak adil, akibat terbatasnya sumber daya, dan adanya politisasi pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari adanya prasangka. Selain situasi sosial di atas, ada peranan faktor individual dalam memunculkan prasangka. Beberapa hal pada diri seseorang yang bisa menyebabkan prasangka adalah cara berpikir, kepribadian, pengaruh belajar sosial, dan psikodinamika kepribadian. Masing-masing memberikan sumbangan bagi kemunculan prasangka pada diri seseorang. Prasangka juga dapat dikatakan sebagai anggapan yang kurang baik mengenai suatu hal yang belum diketahui sendiri atas kebenarannya.
Maka dari itu prasangka bisa dikatakan sebagai hal yang tidak baik di dalam kehidupan masyarakat. Prasangka bisa berubah menjadi sebuah fitnah. Maka dari iitu jika hal ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan korban. Dari prasangka tersebut hal ini bisa berdampak ke dalam kehidupan masyarakat. Karna prasangka dapat menyebabkan mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia dalam berbagai situasi yang ia hadapi. Maka dari itu prasangka bisa membuat seseorang tidak mau bergabung dan bergaul dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Dan juga membuat seseorang tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan msyarakatnya. Ada cara untuk menanggulangi dari sirat prasangka yang pertama adalah harus  Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkan karakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.
Cara yang kedua adalah adanya kerjasama Sebuah interaksi akan mengurangi prasangka jika interaksi yang terjadi berbentuk kerjasama bukannya konflik. Dalam kerjasama itu, juga harus terjadi ketergantungan maka kita juga dapat mengenal sifat orang lain dengan bekerja sama. Kemudian cara yang ketiga adalah melalui sosialisasi. Sosialisasi mengenai nilai-nilai bisa dilakukan di rumah atau keluarga, di sekolah maupun di masyarakat. Salah satu media sosialisasi nilai-nilai toleransi adalah media massa, baik berupa TV, radio, internet, media cetak seperti buku, majalah, koran, buletin dan lainnya. Prasangka antar kelompok akan berkurang jika media-media itu mampu memberikan informasi yang positif tentang berbagai kelompok dalam masyarakat. Sayangnya, banyak media malah berperilaku buruk dengan menjelek-jelekkan kelompok tertentu. Akibatnya prasangka antar kelompok bisa tambah menguat.
Dari sebuah prasangka maka akan timbul diskriminasi. Diskriminasi bisa dikatakan sebagai membeda-bedakan orang lain atau seuatu kelompok atau golongan tertentu berdasarkan rasnya, status sosialnya, kekayaan, kekuasannya dan lain-lain. banyak sekali contoh-contoh diskriminasi seperti ras, agama, suku, kelompok, etnis, golongan , status, jenis kelamin, kondisi fisik, usia, kels sosial dan lain sebagainya. Diskriminasi di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi. Biasanya hal ini menibulkan diskriminasi dikarnakan orang yang kaya semakin berpacu dalam menambah dan menumpuk kekayaannya sedangkan orang-orang miskin semakin kesulitan untuk meningkatkan taraf hidupnya, kemudian faktor lainnya adalah adanya sebuah tekanan dan intimidasi yang biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah. Selanjutnya ketidakberdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Contoh diskriminasi bisa kita lihat terhadap penyandang cacat. Diskriminasi terhadap penyandang cacat biasanya didasarkan pada kondisi fisik atau kecacatan yang disandangnya. Masyarakat selama ini memperlakukan para penyandang cacat secara berbeda seakan-akan mereka kurang dianggap dan dihormati padahal semua manusia itu sama dimata Allah. Lebih didasarkan pada asumsi atau prasangka bahwa dengan kondisi penyandang cacat yang kita miliki, kita dianggap tidak mampu melakukan aktifitas sebagaimana orang lain pada umumnya. Perlakuan diskriminasi semacam ini bisa kita lihat secara jelas terutama dalam bidang lapangan pekerjaan. Biasanya PT atau perusahaan kebanyakan enggan untuk menerima seorang penyandang cacat sebagai karyawan. Mereka menganggap bahwa seorang penyandang cacat tidak akan mampu melakukan pekerjaan seefektif dan secepat seperti karyawan lain yang bukan penyandang cacat. Sehingga bagi para penyedia lapangan kerja, mempekerjakan para penyandang cacat  sama artinya dengan mendorong perusahaan dalam jurang kebangkrutan karena harus menyediakan beberapa alat bantu bagi kemudahan para penyandang cacat dalam melakukan aktifitasnya.
Sebagai salah satu contoh perlakuan diskriminatif terhadap penyandang cacat. Kita masih sering membaca dalam pengumuman penerimaan calon pegawai atau karyawan salah satu poin yang mensyaratkan bahwa pelamar harus sehat jasmani dan rohani. Biasanya persyaratan tersebut tertulis tanpa penjelasan, sehingga maknanya pun sangat umum. Arti sehat jasmani dapat dimaknai bahwa selain seseorang tidak memiliki kekurangan fisik, dia juga terbebas dari segala penyakit seperti penyakit ginjal, kanker, atau penyakit lainnya. Sedangkan sehat rohani dapat juga diartikan bukan hanya sehat secara mental (psikis) namun juga sehat secara moral. Namun kebanyakan kedua istilah sehat jasmani maupun rohani lebih merujuk pada kondisi penyandang cacat.
Seseorang akan dengan langsung ditolak menjadi pelamar kerja jika nyata-nyata dia buta, tuli, bisu, atau pincang. Namun tidak bagi mereka yang mengidap penyakit kencing manis, radang paru, atau penyakit sejenis yang tidak nyata kelihatan. Hal ini akan menjadi aneh ketika kedua persyaratan tersebut digeneralisasikan untuk semua jenis pekerjaan. Padahal setiap orang mempunyai kesempatan yang sama didunia pekerjaan. Karna biasanya orang yang mempunyai kekurangan (cacat) mempunyai kelebihan bahkan bisa melebihi orang normal lainnya. Dari penjabaran diatas dapat membantu kita dalam memahami bahwa diskriminasi terhadap penyandang cacat, bukan sekedar perasaan namun lebih dari sebuah realitas yang ada di depan mata kita. Sebuah kenyataan yang telah dipandang oleh masyarakat sebagai hal yang wajar untuk mendiskriminasikan penyandang cacat,  meskipun bukan kemauan dari penyandang cacat tersebut. etnosentrisme adalah menganggap kebudayaan sendiri sebagai yang terbaik dan digunakan sebagai tolak ukur untuk membandingkan dengan kebudayaan lain. 
Etnosentrisme  juga dapat dikatakan sebagaipandangan yg merasa bahwa kelompoknya adalah pusat segalanya. Orang-orang yang berprinsip seperti itu (etnosentrisme) biasanya mereka jarang bersosialisasi dan bergaul dengan lingkungannya. Karna mereka hanya bersosialisasi dengan kelompoknya saka atau hanya dengan masyarakatnya saja. Dan orang-orang seperti itu terlalu fanatic dan tidak mau membuka wawasannya tentang dunia luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar