Social Icons

Arif Rahmanto

Senin, 03 September 2012

95% Koruptor RI Lulusan Perguruan Tinggi


Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, 95 persen koruptor di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi. Ini terjadi karena dunia pendidikan di Indonesia sekarang mengalami disorientasi.  

"Sembilan puluh lima persen koruptor itu lulusan perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikannya, semakin canggih pula cara korupsinya," kata Mahfud dalam orasi ilmiahnya di acara Dies Natalies ke-51 Universitas Syiah Kuala, Aceh, di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Jumat (31/8/2012).

Menurut Mahfud, pendidikan kita selama ini hanya mampu melahirkan orang-orang pandai, tapi tidak terdidik. Pendidikan hanya fokus pada kepandaian otak, tapi tidak membangun watak dan hati manusia, sehingga banyak orang pandai tapi hatinya jahat yang ujung-ujungnya justru menjadi beban bagi negara. "Pandai otaknya tapi tidak bermoral," ujar Mahfud. 

Dalam banyak fakta, sebut dia, perguruan tinggi hanya menjadi tempat mencetak sarjana, bukan melahirkan kaum intelektual atau orang terdidik yang memiliki sikap cendikiawan sebagaimana tujuan utamanya. 

"Saat ini kita membutuhkan sarjana yang intelektual, sarjana yang cendikiawan. Sarjana intelektual itu selaras kepandaian otak dengan hati dan wataknya," tutur Mahfud.

Mahfud mengimbuh, sistem perekrutan pegawai di Indonesia yang sebatas formalitas pun telah mendorong kebanyakan orang hanya mengejar ijazah dan gelar, bukan menjadikan dirinya sebagai orang terdidik. 

"Ijazah seakan sudah menjadi simbol derajat seseorang, simbol kedudukan seseorang. Seberapa pintar seseorang, rasanya tidak lengkap kalau tidak punya ijazah. Sekarang orang mengejar itu, bukan mengejar keterdidikannya," katanya.

Mahfud menilai, pendidikan Indonesia harus segera dikembalikan kepada khittahnya. Pendidikan harus mampu mencerdaskan bangsa untuk kemajuan negara ini di masa mendatang. Negara harus menunaikan hak dan kewajibannya sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Dasar.

Memberi pendidikan kepada warga negara adalah kewajiban negara sesuai amanah konstitusi. "Negara harus membiayai pendidikan terhadap warga negara, itu kewajiban negara," katanya.

Mahfud juga menceritakan salah satu alasan pihaknya membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan, karena UU tersebut hanya akan mengalihkan kewajiban negara kepada masyarakat sehingga berpotensi orang-orang miskin akan sulit memperoleh pendidikan tinggi khususnya di perguruan tinggi terkemuka.

Dia menegaskan, penyelenggaraan ilmu pendidikan di Indonesia jangan lagi terjebak pada rasionalisme, karena rasionalisme itu hanya mengakui hal-hal yang bisa dilakukan eksperimen semata. Selain itu pendidikan juga tak perlu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. "Ilmu dengan agama itu harus berjalan integral untuk membentuk intelektual," tukasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar